GiGiH

On Senin, Oktober 05, 2009 1 komentar

GiGiH

H. Pitoyo

KELILING PASAR BERSEPEDA LALU KUASAI JAWA

Laki-laki tamatan SMEA Jogonalan Klaten yang lahir pada 12 Agustus 1952, pada awalnya kemringet mengayuh sepeda dari paar-kepasar tiap hari, menjajakan sempe dolar dan kuping tikus tapi setelah ditekuninya selama bertahun-tahun makanan bocah yang sepele itu menjadikannya survive. Pasar se-Jawa telah ia kuasai.

INGIN MAJU HARUS SIAP BERMASALAH

Sebelumnya Pitoyo pernah melamar kerja ke sana sini tapi hasilnya nol. Padahal ia sulung adiknya masih kecil-kecil. Putus asa itu “haram”. Pitoyo harus berbuat apa? Tapi, apa? Lalu diliriknya sekitar, di kampong Gondangan Jogonalan Klaten banyak keluarga bikin kue kering sempe dolar dan kuping tikus, Pitoyo pun ambyur kesitu. Bersepeda dengan rombong besar di boncengannya, Pitoyo menyusur Delenggu, Pedan, Karangdowo, sampai Wonosari. Namanya berjuang harus ulet. Tidak boleh malu kalau mau maju.

Pitoyo mengaku, hidupnya dulu memang kurang beruntung, dihimpit problem ekonomi an situasi yang sangat memojokkan keluarganya. Tapi halk itu tidak membuatnya putus asa, justru mencambuk semangat juangnya. Bahkan saat usahanya mulai berkembang, pernah mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan, saat kulakan kue kaleng ke Magelang, ia sempat akan diusir karena disangka pengangguran mencari kerja. Mungkin karena pnampilannya yang bersahaja. Akhirnya, hari itu dia membeli 50 kaleng roti.

Pelanggan Pitoyo terus bertambah, dagangannyapun semakin beragam. Sebagian keuntungannya di tabung. Tapi dengan pertimbangan mendukung usaha, tabungannya digunakan intuk membeli truk bekas. Diukung satu armada truk, wilayah jelajahnya semakin melebar, prouk yang dipasarkan semakin beragam.

Banyak suka duka dialami Pitoyo, terutama menyikapi politik banting harga dalam rangka merebut pasar. “Memang, ada beberapa pelaku bisnis yang berani jual rugi, dengan tujuan menjatuhkan competitor agar menyingkir dari wilayah pemasaran. Tapi saya tidak mau berbuat seperti itu. Sebatar mencari untung seminimal mungkin, masih sering saya lakukan. Tetapi kalau sampai jual rugi, jelas itu tidak masuk akal,” ungkapnya.

Setelah bertahun-tahun kegigihannya, akhirnya membawa hasil, bermodal satu sepeda ontel untuk jualan keliling sempe olar dan kuping tikus ke pelosok-pelosok Klaten tahun 1976 lalu. Kini wiraswastawan ini sudah mempunyai 70 karyawan, belasan truk, 13 bus pariwisata dan aset lainnya. Ketiga anaknya hasil pernikahan dengan Purwanti, dibiasakan kerjakeras. Sambil sekolah, mereka digiring agar memahami seluk beluk semua pekerjaan orangtuanya. Termasuk dibiasakan dengan kehidupan religius. Sebab memang, meski tidak tinggal dilingkungan Pesantren, namun H. Pitoyo dikenal taat dhawuh kiai.

Powered by Blogger